Kritik Sastra : Tangisan Sesenggukan Ibu Setelah Enu Wuat Wa,i

Sinopsis

Cerita pendek yang berjudul "Tangisan Sesenggukan Ibu Setelah Enu Wuat Wa,i" mengisahkan tentang seorang gadis bernama Enu yang baru lulusan SMA, sudah berani untuk pergi meninggalkan Ibu dan sanak keluarganya ke kota perantauan.  Tindakan Enu ini sebenarnya dilarang oleh Ibunya karena beliau tidak tega anak perempuan kesayangannya pergi merantau seorang diri ke kota besar. Walau demikian, akhirnya keluarga Enu berusaha meyakinkan Ibu Enu agar tidak usah terlalu cemas karena kepergian Enu ke kota perantauan itu adalah hal yang bagus untuk merubah nasib.

Namun ternyata Enu sendiri belum menentukan apa yang akan ia lakukan setelah sampai ke kota itu. Enu mendapatkan informasi dari seseorang yang belum ia kenal, lewat Facebook, orang itu menjanjikan pekerjaan yang bisa Enu lakukan sambil kuliah. Enu pun berbohong kepada Ibu dan keluarganya menggunakan alasan itu, bahwa ia bisa bekerja sambil kuliah. 

"Aduh kenapa saya tidak terus terang saja ke mama. Padahal orang di facebook yang menjanjikan saya pekerjaan sambil kuliah belum tentu pasti", pikir Enu sambil melambaikan tangannya ke arah sang mama yang masih enggan beranjak. 

Padahal saat Enu sampai ke kota perantauannya tersebut, orang kenalan misterius dari Facebook itu tak menunjukkan batang hidungnya sama sekali. Enu hanya bisa mondar-mandir di pelabuhan, menghubungi nomor orang kenalannya dan yang didapat hanyalah nada bertanda 'nomor yang anda hubungi sedang diluar jangkauan' alias tidak aktif.

Tokoh dan Penokohan

Tokoh yang terdapat dalam cerpen ini adalah Enu dan Ibunya. Namun, tokoh utamanya adalah Enu, karena tiap kejadian yang terdapat di cerpen itu selalu mengarah ke Enu. 

"Ende emo retang ga (mama berhenti sudah menangis). Toem nais aku ona tana mbeong (saya tidak lama di tempat perantauan)", ujar Enu kepada sang Ibu bernada membujuk. 

"Aku ga toem sanggup (hidupku sudah tidak sanggup melihat keadaan). Kamu bukan laki-laki", kata sang mama meyakinkan Enu dengan nada terbata-bata.

Dialog-dialog diatas menggambarkan beberapa kejadian yang terjadi, di awal cerita, sudah mengarah ke Enu. Ibunya menangisi Enu yang ingin merantau ke kota besar yang tentu masih sangat asing bagi Enu apalagi ia baru lulusan SMA.

Penggambaran tokoh Enu, adalah orang yang memiliki kemauan kuat, berani, namun mudah terhasut terutama dengan orang yang tidak ia kenal. Sampai-sampai Enu berbohong kepada Ibu dan keluarganya demi mengejar keinginan merantaunya itu.

Enu masih tetap masih berkeras hati untuk mencapai apa yang menjadi niat dan impiannya. Enu tetap kuat pada pendiriannya, berpegang pada prinsip dan komitmen.

Buruknya lagi, Enu tidak memikirkan terlebih dahulu apakah informasi tentang pekerjaan yang ia dapat dari kenalan Facebooknya itu benar-benar nyata atau tidak. Akhirnya hanya penyesalan yang ia terima.

Setelah Enu tiba di  kota tujuannya, berkali-kali-kali menghubungi nomor HP teman fecebook yang menjanjikannya pekerjaan untuk menjemputnya di pelabuhan. Nomor yang dituju di luar jangkauan dan tidak dapat dihubungi.

"Adu Tuhan ata co kaku ga (aduh Tuhan kenapa saya begini)", kesal Enu sambil bingung tidak tahu mau buat apa ketika pertama kali menginjak kaki di kota besar.

Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam cerpen yang berjudul "Tangisan Sesenggukan Ibu Setelah Enu Wuat Wa,i" ini secara keseluruhan memiliki makna lugas. Sebab, di setiap dialog bahkan penggalan ceritanya menggunakan kata yang mudah dipahami dan tidak menggunakan kata kias untuk menyampaikan makna kata yang ingin disampaikan penulis. Mungkin ada beberapa bahasa daerah, namun diberi artinya juga oleh si penulis jadi memudahkan pembaca untuk memahami artinya.

Kelemahan

Kelemahan yang terdapat pada cerpen ini yaitu akhir cerita yang terlalu menggantung, dan tidak diceritakan secara detail beberapa kejadian dalam cerita.

Kelebihan

Setelah membaca cerita ini pastinya pembaca tidak terlalu sulit untuk memahami tiap kalimat yang tertera disana karena memang bahasanya mudah dipahami. Bahasa daerah yang dipakai pun dilengkapi artinya sehingga tidak memusingkan pembaca. Bahasa yang digunakan juga bukanlah bahasa kasar, kata yang memiliki makna kias yang terlalu subjektif pun tidak ada.

Penutup

Dari cerita pendek ini kita bisa belajar untuk tidak terlalu bertindak semaunya sendiri, apalagi sampai tidak memastikan keaslian sebuah informasi. Kita juga sebaiknya jangan terlalu percaya pada seseorang yang baru dikenal lewat sosial media. Untuk mempersiapkan masa depan di kota orang, haruslah dipersiapkan sematang-matangnya.







Komentar

Postingan Populer