Teks Editorial

 Pelecehan Seksual : Kenapa Terjadi ?

 

    Seperti yang kita ketahui saat ini kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sudah dikenal. Perempuan tidak cuma berada di dapur untuk memasak, tidak boleh bekerja maupun berkarir, stereotip itu perlahan memudar. Perempuan dan laki-laki kini bisa bebas berkarya, belajar, apapun tanpa memandang perbedaan. Namun ternyata hal itu justru mengubah pergaulan di lingkungan sosial kita. Faktanya ada beberapa keunggulan laki-laki daripada perempuan. Terutama dalam pemenuhan biologis yakni seks. Hingga saat ini banyak sekali perempuan Indonesia yang menjadi korban tindakan pelecehan seksual.  Bentuk tindakannya misalnya siulan nakal dari orang yang tidak dikenal, meraba tubuh secara paksa, atau komentar negatif yang merendahkan harga diri.

    Pelaku tak peduli perempuan dari latar belakang mana yang mereka sakiti, lukai, untuk memenuhi hasrat nafsunya. Perempuan yang baru dia kenal, bahkan sedarah dengannya, tidak mempengaruhi niat mereka untuk tidak melakukan pelecehan. Kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kasus pelecehan yang berujung kematian pun marak terjadi. Kekerasan seksual didominasi dari keluarga terdekat seperti ayah, kakek, paman, adik, kakak. Lalu pelakunya adalah anak dibawah umur sampai yang sudah berkeluarga.

    Hal ini kemudian ditegaskan juga oleh Blandina Lintang selaku peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai pelecehan seksual mengarah terhadap adanya tindakan seksual yang tidak diinginkan. Tindakan itu bermacam-macam mulai dari tindakan fisik, ungkapan bernada seksual, dan bahkan ajakan untuk melakukan tindakan seks. Ketika seseorang mengungkapkan penolakan dari bentuk-bentuk “perhatian” yang bersifat seksual karena dirinya merasa tidak nyaman, maka tindakan-tindakan tadi dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual. 

    Memang terkadang pelecehan tersebut sering dipandang tidak serius karena dianggap hanya sebagai lelucon. Tetapi ada kerugian yang ditimbulkan pelaku terhadap korban yakni ketidaknyamanan. Walaupun tidak terluka secara fisik, kondisi emosional dan psikologis korban pasti terpengaruh hingga menyebabkan trauma. Entah pelaku melecehkan lewat sosial media ataupun secara langsung, sama saja namanya pelecehan seksual. Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat setidaknya ada 46.698 kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan baik dalam ranah personal ataupun publik sepanjang 2011 hingga 2019. Bahkan Komnas Perempuan menyebut setiap dua jam sekali setidaknya ada tiga perempuan di Indonesia yang mengalami kekerasan seksual.

    Di sisi lain, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang juga menaruh perhatian terhadap kekerasan seksual telah memberikan perlindungan terhadap 440 korban kekerasan seksual dalam kurun waktu 2014 hingga Mei 2020. Data tersebut belum termasuk perlindungan bagi pelapor, saksi, keluarga korban ataupun saksi pada kasus yang sama sehingga total terlindung LPSK mencapai 901. Alasan membludaknya kasus pelecehan seksual ini adalah lambatnya jalur hukum yang menanggung masalah ini. Komnas Perempuan mencatat berbagai hambatan yang dialami korban kekerasan seksual dalam mengakses hak keadilannya ialah seperti belum adanya pengaturan tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual, semisal tentang penyiksaan seksual dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia. Akibatnya korban tidak bisa mendapat keadilannya karena belum terproses secara hukum. 

    KUHP hanya memuat penjelasan mengenai perbuatan cabul di pasal 289 dan 296. Sementara istilah pelecehan seksual tidak dikenal dalam hukum Indonesia. Sebenarnya pelecehan seksual bisa ditarik ke perbuatan cabul sebab bisa diartikan sebagai tindakan yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan yang ada dalam lingkup nafsu birahi dan lain-lain. Akan tetapi, pada prosesnya harus ada pembuktian berdasarkan hukum pidana, seperti keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk atau keterangan dari yang diduga pelaku.

    Pelecehan seksual terjadi karena beberapa alasan. Misalnya pelaku tidak dekat secara emosional dengan keluarga, memiliki ketergantungan terhadap obat-obatan maupun minuman keras, hingga fantasi seksual pelaku yang akhirnya mendukung terjadinya pelecehan seksual. Sebenarnya tidak hanya untuk perempuan, tetapi semua gender harus menghindari terjadinya kejadian tersebut karena melanggar nilai kemanusiaan. Oleh sebab itu sebaiknya kita berwaspada terhadap sekitar, hindari kontak mata berlebihan, dan tunjukkan bahwa kita tidak takut untuk melawan dan percaya diri.

    

    

Komentar

Postingan Populer